Jakarta, wartasatu.id – Perannya sebagai kunci stabilisator negara membuat Wakil Presiden RI Prof Ma’ruf Amin mendapat sejumlah apresiasi dari berbagai pihak.
Apresiasi tersebut di antaranta datang dari Ketum Persatuan Adkovat Indonesia (Peradin) Firman Wijaya dan Ikatan Media Online (IMO) Indonesia.
Dalam penryataannya, Firman menyebut posisi Prof Ma’ruf menjadi begitu penting dalam menjaga roda pemerintahan era Presiden Joko Widodo.
“Ini dikarenakan sosok Prof Ma’ruf sebagai stabilisator mampu meredam berbagai gejolak dan gesekan sosial yang mengancam stabilitas negara,” ujar Firman di Jakarta, Kamis (19/10).
Peran strategi situ tidak lepas dari latar belakang Prof Ma’ruf sebagai tokoh penting di kalangan umat Islam.
“Pak Wapres seperti kita kenal, beliau cukup hamble dan matang dalam menyeimbangkan kekuasaan. Hal ini membuat pemerintahan pak Jokowi berjalan cukup kondusif dan balancing,” ungkapnya.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) itu juga menilai kau Prof Ma’ruf adalah sosok yang tidak obsesif terhadap kekuasaan.
“Di samping, ia juga memiliki basis kultural yang mengakar kuat di kalangan Nahdliyin. Tidak hanya itu, Firman juga mengatakan bahwa Prof Ma’ruf berhasil mendampingi Jokowi dalam memajukan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Sementara, menurut Ketum IMO Indonesia Yakub F. Ismail, prof Ma’ruf sejauh ini memainkan peran strategis dalam membantu presiden Jokowi merajut harmoni sosial.
“Pak Ma’ruf telah memberikan kontribusi besar terhadap komunitas agama, utamanya kelompok Islam dalam menjaga kestabilan nasional,” tandasnya.
Untuk itu, dirinya mengaku tidak berlebihan bila menyebut kehadiran prof Ma’ruf di tubuh kekuasaan semasa pemerintahan Jokowi memberikan dampak cukup positif bagi kemaslahatan umat.
“Satu hal yang jarang diketahui publik, namun dampaknya cukup terasa ialah betapa kehadiran pak Ma’ruf menjadi kunci dari penyeimbang rezim itu sendiri,” pungkasnya.
Diketahui, Prof Ma’ruf lahir pada 11 Maret 1943 bertepatan pada tanggal 4 Rabiulawal 1362 Hijriyah di Desa Krese, Tangerang dari pasangan Kyai Haji Mohamad Amin dan Hajjah Maimoenah.
Ma’ruf terlahir dari keluarga yang sangat religius, bahkan ia masih memiliki garis keturunan dari Nawawi al-Bantani, ulama asal Banten dan juga masih keturunan Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Banten pertama yang memiliki nasab sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Sejarah politiknya dimulai ketika terpilih sebagai anggota dprd DKI Jakarta dari Fraksi Utusan Golongan sewaktu Nahdlatul Ulama masih aktif sebagai organisasi partai politik untuk periode 1971–1977.
Pasca reformasi Ma’ruf menjadi penasehat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Di tahun yang sama, ia juga terlibat dalam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai anggota Mustasyar PBNU.
Sejak tahun 1990, Ma’ruf sudah menganggotai Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta menjadi Ketua Dewan Syariah Nasional dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat tahun 1996.
Ia juga memimpin MUI setelah terpilih sebagai ketua pada tanggal 27 Agustus 2015 melalui Musyawarah Nasional IX di Surabaya, Jawa Timur menggantikan Din Syamsuddin.
Pada 7 Juni 2017, oleh Presiden Jokowi, Ma’ruf dilantik sebagai anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila yang berganti nama pada tanggal 28 Februari 2018 menjadi Dewan Pengarah BPIP.